Sariputta (Pali:Sāriputta; Sanskerta:शारिपुत्र Śāriputra) merupakan satu dari dua murid utama Sang Buddha. Ia menjadi seorang Arahat yang terkenal akan kebijaksanaannya dan digambarkan dalam tradisi Theravada sebagai salah satu murid penting Sang Buddha. Daftar isi Biografi Sariputta berasal dari keluarga Brahmana dan sudah memulai kehidupan spiritual ketika ia bertemu dengan ajaran Sang Buddha. Teman dekat Sariputta (Pāli: Mahāmoggallāna; Sanskerta:Mahāmaudgalyāyana), seorang petapa yang berkelana. Pada hari yang sama, mereka meninggalkan keduniawian dan menjadi murid Sañjaya Belaṭṭhaputta yang skeptik, sebelum berpindah kepada Buddhisme. Stupa Sāriputta di Nalanda - dimana ia dilahirkan dan meninggal dunia. Setelah mendengar ajaran Sang Buddha melalui seorang Bhikkhu bernama Assaji (Sanskerta: Asvajit), Sariputta mengikuti Sang Buddha dan menjadi pengikut ajarannya. Keduanya sering digambarkan besama-sama dengan Sang Buddha, dan interaksi antara Sariputta dan Mahamoggallana (yang terkenal akan kesaktiannya pada masa awal Buddhisme) Pada suatu kejadian yang diilustrasikan dengan anekdot,[1] dituliskan bahwa Sariputta sedang berdiam bersama Mahamoggallana di Kapotakandara. Sariputta sedang duduk bermeditasi di udara terbuka dengan kepala yang baru saja dicukur. Saat itu kepala Sariputta dipukul oleh roh jahat. Mahamoggallana yang melihat hal ini dengan 'mata-dewa'-nya (keahlian seperti seorang paranormal yang seringkali diberikan kepada bhikkhu Buddhis, demikian pula dengan petapa-petapa dari Asia Selatan), dan tidak berhasil mengingatkan Sariputta. Pukulan itu cukup keras, tapi pada waktu itu diceritakan bahwa, "Sariputta sedang tercerap dalam meditasi pencapaiannya; akibatnya dia tidak terluka sama sekali."[2] [3] Dengan persetujuan dari Sang Buddha, Sariputta seringkali berkhotbah dan bahkan dalam beberapa kesempatan Sariputta sendirilah yang mengambil alih peran kepemimpinan - entah itu sebagai pembimbing dan tauladan yang terlatih, sebagai teman yang baik dan penuh perhatian, sebagai pelindung kesejahteraan para bhikkhu binaannya, maupun sebagai penjaga Ajaran Sang Buddha yang setia. Peranan inilah yang membuatnya dijuluki sebagai "Sang Panglima Dhamma" (Dhammasenāpati) dan juga dikenal sebagai pendiri tradisi Abhidhamma. Akan tetapi, Sang Buddha juga menegur Sariputta ketika ia tidak menjelaskan Dhamma sepenuhnya kepada seorang pangeran, atau ketika ia membiarkan sekelompok bhikkhu baru menjadi sangat berisik.[4] Akan tetapi, Sariputta merupakan salah satu murid yang sangat dipuja. Pada satu kesempatan Sang Buddha menyebutnya sebagai seorang anak spiritual sesungguhnya dan sebagai pemimpin pendamping pada pemutaran roda Dhamma. “ Bila seseorang dapat mengatakan dengan kebenaran bahwa dia telah menguasai keahlian dan kesempuranaan sila-sila mulia, konsentrasi mulia, kebijaksanaan mulia dan pembebasan mulia, maka Sariputta lah yang dapat menyatakannya dengan kebenaran. Bila seseorang dapat mengatakan bahwa dia anak sejati Tathagata, lahir dari kata-kataNya, lahirlah Dhamma, terbentuk dalam Dhamma, mewarisi Dhamma, tidak mewarisi kesenagnan duniawi, Sariputta lah yang dpat menyatakannya. Sesudah aku, O bhikkhu, Sariputta lah pemutar roda Dhamma yang mulia, walaupun aku telah memutarnya terlebih dahulu. ” —Majjhima Nikaya 111, Anupadda Suta “ Esensi Dhamma (dhammadhatu) telah begitu dipahami oleh Sarputta, O para bhikkhu, sehingga bila aku bertanya selama satu hari dalam kata-kata dan frasa-frasa berbeda, Sariputta akan membalas selama satu hari dalam kata-kata dan frasa-franse. Dan bila aku bertanya padanya selama satu malam, atau satu hari-satu malam, atau dua hari-dua malam, atau bahkan hingga tujuh hari-tujuh malam, Sariputta akan menguraikan dengan rinci permasalah selama periode waktu yang sama, dalam berbagai kata-kata dan frasa-frasa. ” —Niddana Samyutta 32 Kematian Menurut Tipitaka, Sariputta meninggal (Parinibbana) pada saat purnama di bulan Kattika, yang menurut kalender surya jatuh pada bulan Oktober - November. Cunda, sebagai pelayan, membawa mangkuk dan jubah Sariputta dan pergi menuju Savatthi ke Hutan Bambu Jeta milik Anathapindikia. Sesampainya disana, ia pergi bertemu dengan Ananda dan menyampaikan berita kematian Sariputta. Ananda yang sedih, menyampaikan berita ini kepada Sang Buddha yang tetap dalam keadaan damai. Melihat kondisi Ananda, Sang Buddha berkata: “ Tidakkah aku sudah mengajarkan padamu sebelumnya, Ananda, bahwa kita akan menderita akibat perpisahan dengan yang dekat dan yang kita cintai? Segala sesuatu yang terlahir, yang menjadi, hidup bersama, pasti akan mengalami perpisahan, bagaimana mungkin segala sesuatu dikatakan tidak seharusnya berpisah? Hal itu, sesungguhnya, adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, Ananda, seolah-olah dari pohon berkayu keras sebuah batang besar dapat patah, demikian pula sekarang Sariputta telah meninggal dunia berpisah dari komunitas suci para bhikkhu. Sesungguhnya, Ananda, segala sesuatu yang terlahir, yang menjelma, hidup bersama, pasti akan mengalami perpisahan, bagaimana mungkin segala sesuatu dikatakan tidak seharusnya berpisah? Hal ini, sesungguhnya, adalah tidak mungkin. ” —Cunda Sutta, Satipatthana Samyutta 13 Syair pujian Sang Buddha untuk Siswa Utamanya: “ Kepada dia yang dalam lima kali seratus kelahiran, pergi mengembara tak berumah, mencampakkan kesenangan yang digenggam erat oleh hati, dan kegemaran yang bebas, dengan indria yang terkendali - sekarang penghormatan diberikan kepada Sariputta yang telah parinibbana! Kepada dia yang, kokoh dalam kesabaran seperti bumi, sama sekali terkuasai mutlak oleh pikirannya, yang penuh kasih, kebaikan, damai, dan kokoh bagaikan bumi ini - sekarang penghormatan diberikan kepada Sariputta yang telah parinibbana! Dia yang bagaikan seorang pemuda tak berkasta dengan pikiran sederhana, memasuki kota dan menapaki jalannya dengan perlahan, dari rumah ke rumah dengan mangkuk peminta di tangannya, seperti inilah Sariputta - sekarang penghormatan diberikan kepada Sariputta yang telah parinibbana! Seseorang yang berada dalam kota ataupun hutan belantara, tidak melukai siapapun, (menjalani) hidup bagaikan seekor banteng dengan tanduk yang telah dipotong, seperti inilah Sariputta, yang telah memenangkan penguasaan atas dirinya sendiri - sekarang penghormatan diberikan kepada Sariputta yang telah parinibbana! ” —Cunda Sutta, Satipatthana Samyutta 13 Relik Sariputta Relik Sariputta Atas persetujuan Sang Buddha, Sariputta kembali ke tempat kelahirannya, Nalaka, suatu perkampungan para Brahmana, karena ia ingin menunjukkan jalan kebenaran kepada ibu-nya yang masih belum mengikuti ajaran Sang Buddha. Sariputta meninggal dunia di desa bernama Nalaka setelah berhasil menjelaskan ajaran Sang buddha kepada ibunya. Relik yang diberikan oleh Cunda, atas petunjuk Sang Buddha, kepada Raja Ajatashatru (Sanskerta: Ajātashatru) disimpan di dalam Stupa yang dimuliakan oleh para pengikutnya. Pada sekitar 261 SM, Raja Dharmasoka (Ashok) membuka Stupa tersebut atas petunjuk dari Moggaliputtatissa yang menandai Sidang Agung ke III. Sariputta dalam Mahayana Penggambaran positive akan Sariputta dalam Tipitaka, dimana secara bersamaan Sariputta digambarkan sebagai seorang Arahat yang bijaksana dan berpengaruh, kedua setelah Buddha, penggambarannya di beberapa sumber Mahayana seringkali kurang menyenangkan. Dalam Vimalakirti Sutra dan Sutra Teratai (Lotus Sutra), Sariputta digambarkan sebagai suara dari Hinayana atau tradisi Sravaka, yang dipersembahkan dalam sutra-sutra Mahayana sebagai pengajaran yang "kurang piawai". Dalam sutra-sutra ini, Sariputta tidak dapat dengan sedia mengerti doktrin Mahayana yang dipersembahkan oleh Vimalakirti dan lainnya, dan ditegur atau dikalahkan dalam debat oleh beberapa teman bicara, termasuk seorang dewi menyalahkan asumsi Hinayana yang diberikan oleh Sariputta mengenai perbedaan jenis kelamin dan bentuk. Akan tetapi, di dalam Sutra Teratai (Lotus Sutra), Sang Buddha meramalkan bahwa Sarputta akan, satu hari, menjadi seorang Buddha. “ Sariputta, dalam dunia yang akan datang, setelah kalpa-kalpa tak terhitung jumlahnya; setelah kau mengabdi ribuan keti pada para Buddha dan mempertahankan ajaran sejati serta menyelesaikan jalan para Bodhisattva; kau sendiri akan menjadi Buddha dengan nama Padmaprabha Tathagata, terpuja, bijaksana, sempurna, memahami dunia, pemimpin tanpa tanding, pembina, guru bagi dewa dan manusia. Yang mendapat Penerangan, Yang Dipuja DiDunia. Alamnya akan disebut Viraga; yang tanahnya datas dan lurus, murni dan permai, aman dan makmur, didiami oleh para penduduk surga buminya dari ratna manikam. Memiliki delapan jalan bersimpangan, dibatasi dengan tali kencana. Pada setiap jalan berdiri sejajar pepohonan indah sarat dengan buah dan bunga. Tathagata Padmaprabha pun akan mengajar dan membina segenap mahluk hidup dengan Tri-Yana. ”
About Me
Rabu, 10 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Vihara, klenteng dan Orde Baru Vihara Duta Prabha di Kota Banjarmasin. Vihara adalah rumah ibadah agama Buddha, bisa juga dinamakan kuil. K...
-
Buddha rupang dalam buddha biasa di anggap orang awam,menyembah berhala,tapi itu SALAH!,karena buddha rupang adalah at untuk mengenang jas...
-
Langsung ke: navigasi , cari Bahasa Pāli पाऴि Pāḷi Dituturkan di Asia Wilayah India , Sri Lanka , Nepal ...
-
Terkadang, bukan kenangan buruk bersama seseorang yg buatmu sangat terluka, tapi kenangan indah bersamanya yg tak bisa terlupa.
-
Nirwana, dari bahasa Sanskerta: Nirvāṇajir -- Pali: Nibbāna -- bahasa Tionghoa: Nie4 Pan2 (涅槃)), secara harafiah: "kepunahan" atau...
-
Rejeki akan di dapat jika ada keniatan untuk mendapatkannya
-
Roda Dhamma yang seringkali digunakan sebagai lambang Jalan Utama Berunsur Delapan Bagian dari serial Agama Buddha Sej...
-
Selamat hari raya waisak semua,semoga kasih buddha menerangi dunia yang gelap ini sabbe satta bhavantu sukhitatta
-
Langsung ke: navigasi, cari Waisak Waisak Nama resmi Vesākha Vesak Wesak Waisak Visakah Puja Vaishaka Buddha Purnima Visakha Bucha Saga Da...
-
Kehidupan Buddha Artikel utama: Gautama Buddha Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Ga...
Komentar :
Posting Komentar